Kamis, 05 Mei 2011

cara kerja ilmu alam , soial humaniora , dan agama


Pendahuluan
Dewasa ini semakin disadari bahwa memahami dan memecahkan masalah sudah tak bisa lagi hanya didekati dari suatu sudut pandang saja, misalnya hanya dilihat dari faktor sosiologis, atau relugius bahkan yang lainnya, melainkan harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Ini berarti suatu disiplin ilmu tidak bisa lagi bekerja sendirian dalam memecahkan masalah, sebaliknya ia membutuhkan bantuan dari disiplin-disiplin ilmu lainnya.
Ilmu sendiri kedudukannya mendasar dalam kehidupan manusia. Hampir setiap aktivitas manusia dikendalikan oleh ilmu. Perkembangan ilmu sendiri sangatlah pesat mengiringi tingkat tuntunan kebutuhan manusia dari yang bersifat material, teknis, kemanusiaan, kemasyarakatan, sampai yang bersifat spiritual dan religius. Berdasarkan keragaman dan dinamika kebutuhan manusia ini, berkembanglah disiplin-disiplin ilmu, yakni ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial humaniora, dan ilmu-ilmu agama.
Ketiga disiplin ilmu tersebut, terutama terkait dengan sifat kajiannya, memiliki kekhasan epistimologi masing-masing. Kekhasan tersebut tergambar dalam cara-cara kerja ilmu tersebut. Masing-masing disiplin ilmu ini mempunyai cara kerja yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini akan dibahas cara-cara kerja khas dariketiga disiplin ilmu tersebut.

  1. Cara Kerja Ilmu Alam
Dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu, ilmu alam berkembang lebih awal dan pesat. Sejak di Yunani Kuno, sebelum filsafat muncul sebagai tradisi keilmuan baru, ilmu fisika, matematika, kimia dan astronomi telah lama menjadi perbincangan di antara pecinta ilmu. Hal ini wajar jika ditilik dari segi kedekatan hubungan manusia dengan dunia yang sifatnya fisikal dan material yang secara langsung mudah diamati dan diukur. Selain itu, manfaatnya yang bersifat praktis dan langsung bias dirasakan, seperti penemuan sepeda oleh orang yang menggunakannya. Manfaat itu bias dirasakan meski dilakukan dalam waktu yang berbeda. Ilmu-ilmu alam sudah barang tentu sangat penting bagi kehidupan manusia terutama untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan material dan praktis manusia.
Dilihat dari sifat objeknya, cara kerja ilmu alam bisa dirangkum dalam prinsip-prinsip seperti berikut:
  1. Gejala Alam Bersifat Fisik-statis
Seperti diperlihatkan dari segi namanya, ilmu-ilmu alam berkaitan dengan gejala-gejala alam. Ahli ilmu-ilmu alam berhubungan dengan gejala-gejala alam yang sifatnya fisik yang teramati dan terukur. Dari sifat tersebut, gejala-gajala alam memiliki sifat statis atau tetap dari waktu ke waktu. Karena statis jumlah variabel dari gejala alam sebagai objek yang diamati juga relatif lebih sederhana dan sedikit.
  1. Objek Penelitian Bisa Berulang
Karena sifat gejala-gejala alam fisikal-statis, penelitian dalam ilmu-ilmu alam tetap. Dengan sifat ini, objek penelitian dalam ilmu-ilmu alam bisa bisa diamati secara berulang-ulang oleh peneliti.
  1. Pengamatan Relatif Lebih Mudah dan Simpel
Pengamatan dalam ilmu-ilmu alam lebih mudah karena bisa dilakukan secara langsung dan bisa diulang kapanpun. Kata mengamati dalam ilmu alam lebih luas dari sekedar interaksi langsung dengan panca indera manusia, yang lingkup kemampuannya sangat terbatas. Untuk mengatasi keterbatasan ini manusia menggunakan alat-alat bantu seperti mikroskop, teleskop, dan sebagainya. Meskipun pengamatan dalam ilmu-ilmu alam dapat dilakukan berulang-ulang, namun dimungkingkan juga akan memiliki hasil yang berbeda tergantung dari cara pengamatan yang dipakai, meskipun secara umum cenderung seragam atau positif.
  1. Subjek Pengamat (Peneliti) Lebih sebagai Penonton
Prinsip pengamatan dalam ilmu-ilmu alam adalah positif objektif, artinya kebenarannya disimpulkan berdasarkan objek yang diamati. Dalam pandangan Henry Margenau, prinsip objektif ini menempatkan posisi ilmuwan alam lebih sebagai the cosmic spectator daripada the cosmic spectale. Ilmuwan alam adalah penonton alam, dia hanya mengamati alam dan kemudian memperlihatkan kepada orang lain hasil pengamatannya, di mana sedikitpun ia tidak melibatkan subjektivitasnya, tetapi sekedar menunjukan hasil tontonannya.
  1. Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Mudah Dikontrol
Ilmu-ilmu alam sudah barang tentu tidak akan menarik apabila sebatas mengumpulkan informasi tentang gejala-gejala alam semata kemudian membangun teori, melainkan gejala-gejala alam yang diketahui dan dirumuskan dalam teori-teori itu bisa digunakan untuk memprediksikan kejadian-kejadian yang dimungkingkan akan timbul dari gejala-gejala tersebut.
  1. Cara Kerja Ilmu Sosial Humaniora
Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial humaniora berkembang lebih kemudian dan perkembangannya tidak sepesat ilmu alam. Hal ini karena objek kajian ilmu sosial humaniora tidak sekedar sebatasfisikdan material tetapi lebih dibalik fisik dan material dan bersifat abstak dan psikologis.
Diliha dari sifat objeknya, cara kerja ilmu sosial humaniora bisa dirangkum dalam prinsip-prinsip berikut:


  1. Gejala Sosial Humaniora Bersifat Non Fisik, Hidup, dan Dinamis
Gejala-gejala yang diamati dalam ilmu sosial humaniora bersifat hidup dan bergerak secara dinamis. Objek studi ilmu sosial humaniora adalah manusia yang lebih spesifik lagi pada aspek sebelah dalam.
  1. Objek Penelitian Tidak Bisa Berulang
Gejala-gejala sosial humaniora memiliki keunikan-keunikan dan kemungkinan bergerak dan berubahnya sangat besar, karena mereka tidak stagnan dan tidak statis. Masalah sosial dan kemanusiaan sering bersifat sangat spesifik dalam konteks historis tertentu. Kejadian sosial mungkin yang dulu pernah terjadi barangkali secara mirip bisa terulang dalam masa sekarang atau nanti. Dengan demikian gejala-gejala sosial humaniora cenderung tidak bisa ditelaah secara berulang-ulang, karena gejala-gejala tersebut bergerak seiring dengan dinamika konteks historisnya.
  1. Pengamatan Relatif Lebih Sulit dan Kompleks
Karena yang diamati oleh ilmu sosial humaniora adalah apa yang dibalik penampakan fisik dari manusia dan bentuk-bentuk hubungan sosial mereka. Misalnya melihat seseorang tersenyum pada orang lain adalah hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari, tetapi makna senyum itu bisa bermakna banyak, bisa jadi dia senang pada orang yang dilihatnya, boleh jadi dia tidak suka tetapi terpaksa tersenyum karena dia tidak ingin kelihatan sebagai orang yang tidak baik dimata orang-orang disekitarnya, dan bisa juga tersenyum karena orang yang dilihatnya lucu dan aneh. Oleh karena itu variabel dalam penelaah sosial humaniora relatif lebih banyak dan kompleks serta kadang-kadang membingungkan.
  1. Subjek Pengamat juga sebagai Bagian Integral dari Objek yang Diamati
Dalam ilmu sosial humaniora karena subjek yang mengamati dan objek yang diamati adalah manusia yang memiliki motif dan tujuan dalam setiap langkah lakunya, maka subjek yang mengamati tidak mungkin bisa mengambil jarak dari objek yang diamati dan menerapkan prinsip objektivistik, dan tampaknya lebih condong ke prinsip subjektivistik. Karena subjek yang mengamati adalah manusia yang memiliki kecendrungan nilai tertentu tentang hidup maka ia menjadi bagian integral dari objek yang diamati yang juga manusia itu.
  1. Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Sulit dan Tak Terkontrol
Suatu teori sebagai hasil pengamatan sosial humaniora tidak serta merta bisa dengan mudah untuk memprediksikan kejadian sosial humaniora berikutnya pasti akan terjadi. Hal ini dikarenakan dalam ilmu sosial humaniora, pola-pola perilaku sosial humaniora yang sama belum tentu akan mengakibatkan kejadian yang sama.
  1. Cara Kerja Ilmu Agama
Ilmu-ilmu agama adalah juga suatu disiplin ilmu yang penting dalam kehidupan manusi. Barangkali ia berkembang sejak jaman dulu ketika manusia dihadapkan pada kekuatan-kekuatan adikodrati yang dia alami dalam hidupnya. Oleh karena itu, ilmu-ilmu agama juga memiliki cirri ilmiah, dan sudah pasti ciri ilmiahnya memiliki kekhasan dibandingkan ilmu alam dan ilmu sosial humaniora, meski dalam tingkatan tertentu menunjukkan suatu kesamaan. Ciri tersebut tergambar pada cara keraja ilmu agama di bawah ini:
  1. Gejala Keagamaan sebagai Ekspresi Keimanan dan Pemahaman atas Teks Suci
Gejala keagamaan jelas tampak pada perilaku-perilaku keagamaan orang beragama, dan pada karya-karya seni dan budaya meski intinya juga ekspresi dari penghayatan keagamaan orang beragama. Gejala keagamaan merupakan sesuatu yang bergerak, tidak statis. Dalam ilmu keagamaan, gejala keagamaan selalu merupakan ekspresi dari keimanan dan pemahaman dari keagamaan.
Objek kajian dalam ilmu agama tidak jauh beda dengan objek ilmu sosial humaniora, yaitu manusia. Tetapi dalam ilmu agama lebih spesifik lagi yang dikaji, yakni manusia beragama dan lebih fokus pada inner worldnya yang sudah pasti yang dimaksud di sini adalah aspek keimanan teologisnya, seperti paham ketuhanannya dan implikasinya pada perilaku sosial kemanusiaannya, dan pemahaman keagamaan yang dibangun oleh manusia beragama.
  1. Objek Penelitian Unik dan Tak Bisa Diulang
Objek penelitian unik karena menyangkut keyakinan keagamaan. Keyakinan keagamaan dalam ilmu agama dijadikan sumber pengamatan mengapa muncul perilaku sosial orang tertentu beragama. Ini berarti yang menjadi objek penelitian ilmu-ilmu agama adalah menyangkut perilaku orang yang beragama dan juga teks-teks suci keagamaan yang diyakini orang beragama. Sebagaimana tercermin dalam perilaku keagamaan orang beragama pada kurun waktu dan tempat tertentu tidak mungkin bisa direkonstruksikan orang sesudahnya persis kejadian pada awalnya. Jelas berbeda dengan mengamati benda-benda mati.
  1. Pengamatan Sulit dan Kompleks dengan Interpretasi Teks-teks Suci Keagamaan
Pengamatan dalam ilmu agama sulit dan kompleks, karena melihat dan memaknai apa yang ada dibalik kegiatan dan perilaku fisik dan empiris manusia beragama. Karena kegiatan tersebut adalah bentuk ekspresif dari keimanan mereka pada Tuhan sebagai hasil pemahaman mereka terhadap teks-teks suci yang diyakini , pengamatan dalam ilmu agama juga harus “menyelami” dan menginterpretasikan item-item dalam teks-teks suci terkait dengan fenomena kegiatan dan perilaku manusia beragam yang bisa ditangkap.
  1. Subjek Pengamat juga sebagai Bagian Integral dari Objek yang Diamati
Pengamat dalam ilmu agama tidak bisa dilepaskan dan merupakan bagian integral dari objek yang diamati adalah aktivitas-aktivitas keagamaan. Bahkan ketika mengkaji teks-teks keagamaan hasil interpretasi atas teks-teks suci, seorang pengamat pasti juga terlibat secara emosonal dan rasinal dala memahami dan menyimpulkan makna mereka.
  1. Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Sulit dan Tak Terkontrol
Sebuah teori sebagai hasil pengamatan terhadap aktivitas-aktivitas keagamaan tidak serta merta bisa dengan mudah meramalkan aktivitas-aktifitas keagamaan lainnya yang akan terjadi. Hal ini dikarenakan dalam ilmu agama, pola-pola perilaku keagamaan yang sama belum tentu akan mengakibatkan kejadian-kejadian berikutnya yang sama. Meski demikian, bukan berarti hasil temuan dalam ilmu agama tidak bisa dipakai sama sekali untuk meramalkan kejadian-kejadian yang bersifat religius lain sebagai akibatnya dalam waktu dan tempat yang berlainan, tetap bisa tetapi tidak mungkin sepasti dan semudah dalam ilmu-ilmu alam. Dalam ilmu agama harus dipertimbangkan keragaman dan pemahaman orang-orang beragama terhadap ajaran agama mereka, dan hal ini menambah daya prediktif ilmu-ilmu agama semakin sulit untuk dipastikan.















Penutup
Sangat jelas seperti yang dijelaskan di atas bahwa setiap disiplin ilmu mempunyai cara kerja yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, perbedaan itu bisa dilihat dari objek yang diamati dan kebenarannya dalam mengkaji objek kajian tersebut.
Dalam ilmu alam, objek yang dikaji adalah benda mati yang mana pengamatannya bisa dilakukan berulang-ulang dan kebenarannya bisa dilihat pada sebuah penelitian yang dilakukan. Berbeda dengan ilmu sosial humaniora, karena objek yang dikaji adalah manusia yang mana bisa berubah-ubah dalam setiap waktunya, sehingga kebenarannya tidak hanya bisa dilihat dari sebuah pengamatan karena manusia sendiri sebagai objek kajian dalam ilmu sosial humaniora dalam melakukan aktivitasnya mempunyai arti yang bervariasi, sehingga hasil pengamatannya menghasilkan beberapa hasil yang bervariasi juga. Berbeda pula dengan ilmu agama, yang dikaji dalam ilmu agama adalah melihat dan memaknai apa yang ada dibalik kegiatan dan perilaku fisik dan empiris manusia beragama. Karena kegiatan tersebut adalah bentuk ekspresif dari keimanan mereka pada Tuhan. Oleh karena itu hasil pengamatannya sulit untuk dipastikan.







DAFTAR PUSTAKA
  • Filsafat Ilmu.,Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga-Yogyakarta2005
  • Drs. Sudarto,Metodologi Penelitian Filsafat.,Raja Grafindo Persada-Jakarta1996




Tidak ada komentar:

Posting Komentar